ANALISIS WACANA
FILM JAWA “KAGEM IBU” DALAM MEDIA YOUTUBE MENGGUNAKAN PENDEKATAN
MIKROSTRUKTURAL DAN MAKROSTRUKTURAL
oleh
Muji
Lestari
2601412050
Pendidikan
bahasa dan sastra jawa
Jurusan
bahasa dan sastra jawa
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2014
Daftar isi
PENDAHULUAN
Kegiatan berbicara saat ini menduduki posisi paling
penting dalam kehidupan manusia. Setiap manusia melakukan dialog/percakapan
dengan manusia lain agar tercipta interaksi dan dapat memelihara hubungan yang
baik antar manusia. Tujuan berinteraksi bukan hanya sekedar untuk bertukar
informasi melainkan dapat menunjukan keberadaan manusia lain terhadap
lingkungannya
Film merupakan salah satu media komunikasi modern
yang efektif untuk menghibur sekaligus menyampaikan pesan yang dapat
mempengaruhi sikap, pola pokir dan membuka wawasan bagi penontonnya. Saat ini film di Indonesia lebih didominasi
oleh film horor dan drama cinta remaja, akan tetapi dengan kecanggihan
teknologi sekarang ini para pecinta budaya khususnya budaya jawa tidak mau
ketinggalan. Mereka memproduksi, mengemas film-film pendek, ketoprak, drama
kemudian dipublikasikan ke jejaring sosial seperti media youtube.
Dewasa ini banyak macam wacana dianalisis oleh
kalangan akademisi di bidang linguistik. Sumarlam (2003:15-17) menjelaskan
berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya, dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Wacana
bahasa nasional (Indonesia)
b. Wacana
bahasa lokan atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura dsb)
c. Wacana
bahasa internasional (Inggris)
d. Wacana bahaa lainnya,seperti bahasa Belanda,
Jerman, Perancis, dsb.
Wacana
bahasa Jawa sendiri adalah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan sarana
bahasa Jawa, misalnya saja ketoprak, film jawa dll. Wacana bahasa Jawa dapat
terdiri atas wacana bahasa Jawa ragam ngoko
(ragam bahasa Jawa yang kurang halus, ragam rendah), krama (ragam bahasa Jawa halus, ragam tinggi), dan campuran antara
kedua ragam tersebut.
Berdasarkan media yang digunakan
wacana dapat dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Dalam wacana lisan
terdapat wacana dialog yang maksudnya wacana atau percakapan yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih secara langsung. Salah satu wacana yang layak untuk
dikaji yaitu wacana lisan bahasa jawa yang disajikan dalam bentuk film pendek.
Disamping layak untuk dikaji tetapi bisa juga untuk melestarikan budaya Jawa
sendiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
dapat dimunculkan topik “Analisis Wacana Film Jawa “Kagem Ibu” dalam Media
Youtube menggunakan Pendekatan Mikrostruktural dan Makrostruktural”.
Perumusan
masalah dalam analisis ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
analisis wacana film jawa “Kagem Ibu” dalam media youtube menggunakan
pendekatan mikrostruktural?
2. Bagaimana
analisis wacana film jawa “Kagem Ibu” dalam media youtube menggunakan
pendekatan makrostruktural?
Analisis ini bertumpu pada teori-teori wacana, yaitu
A.
Pengertian
Wacana
Menurut Harimurti Kridalaksana, wacana adalah satuan
bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar (1983 : 179). Lebih lanjut dikatakan bahwa wacana ini
direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia,
dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang mambawa amanat yang lengkap.
Wacana mrupakan suatu satuan tertinggi dari hierarki gramatikal bahasa yang di
dalamnya sudah terkandung keutuhan yang lengkap dan membawa amanat tertentu.
Senada dengan Kridalaksana, Henry Guntur Tarigan
mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi
atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang
tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan
secara lisan atau tertulis (1987 : 27). Pendapat tersebut tidak hanya
mendasarkan pada wacana sebagai satuan tertinggi tetapi juga di dalamnya
menuntut adanya suatu koerensi dan kohesi yang tinggi dan mempunyai awal dan
akhir yang nyata.
Abdul Chaer juga berpendapat bahwa wacana adalah
satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
tertinggi atau terbesar (1994 : 267). Pendapat ini sama dengan pendapat dari
Kridalaksana, bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang tertinggi secara
gramatikal.
Dalam kaitannya dengan analisis wacana terdapat pula
beberapa pendapat dari beberapa ahli bahasa. Michael Stubbs (dalam Oetomo, 1993
: 4) menyatakan bahwa analisis wacana merujuk pada upaya mangkaji pengaturan
bahasa di atas kalimat atau klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan
kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tertulis.
Pendapat tersebut mempunyai konsekuensi adanya suatu pengkajian terhadap
unsur-unsur di luar aspek linguistik, yang turut memberi andil dalam
terbentuknya suatu wacana.
Senada dengan Stubbs, Soeseno Kartomihardjo
menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan
untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat dan
lazim disebut wacana (1993 : 21). Cukup sederhana pengertian tersebut, jadi
analisis wacana lebih pada suatu pengkajian suatu unit bahasa yang lebih besar
daripada kalimat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:1005)
dinyatakan bahwa wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti
sebagai berikut :
a. Ucapan;
perkataan; pertuturan;
b. Keseluruhan
tutur yang merupakan suatu kesatuan;
c. Satuan
bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti
novel, buku, artikel, dsb.
Berangkat dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa analisis wacana adalah suatu upaya pengkajian bahasa pada
tataran di atas kalimat atau klausa yang juga melibatkan aspek-aspek di luar
aspek linguistik yang turut memberi makna terhadap suatu bahasa yang digunakan
tersebut.
B.
Jenis-jenis
wacana
Wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis
menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang
dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk serta cara dan tujuan pemaparannya.
Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk
mengungkapkannya, dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Wacana
bahasa nasional (Indonesia)
b. Wacana
bahasa lokan atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura dsb)
c. Wacana
bahasa internasional (Inggris)
d. Wacana
bahasa lainnya,seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dsb.
Berdasarkan media yang digunakannya maka
wacana dapat dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis artinya
wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Sementara
itu wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media
lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima atau
pesapa harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi
secara langsung antara pembicara dengan pendengar.
Berdasarkan sifat atau jenis
pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara wacana monolog dan wacana dialog.
Wacana monolog artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa
melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Contohnya
orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah dsb. Wacana dialog yaitu
wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
langsung. Wacana dialog ini bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan
secara aktif ikut berperan di dalam komunikasi tersebut sehingga disebut
komunikasi interaktif. Contoh wacana ini dapat berupa peristiwa diskusi,
seminar, musyawarah, drama, film dsb.
Berdasarkan bentuknya, wacana dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, wacana prosa, puisi, dan drama. Wacana
prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa: gancaran). Wacana
berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis atau lisan. Wacana puisi adalah
wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa: geguritan). Wacana drama
adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik
berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat
pada naskah drama atau naskah sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan
terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama yakni
percakapan antarpelaku dalam drama tersebut.
C.
Aspek
Gramatikal
Satu bahasa terdiri atas bentuk (form) dan
makna (meaning), maka hubungan antar bagian wacana dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan
hubungan makna atau hubungan semantik yang disebut koherensi (coherence)
(Sumarlam, 2005 : 23). Lebih lanjut lagi, menurut Halliday dan Hasan (1976 : 6)
membagi kohesi menjadi dua jenis yaitu kohesi gramatikal (grammatical
cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Struktur lahir
wacana atau segi bentuk disebut aspek gramatikal wacana, struktur batin wacana
atau segi makna disebut aspek leksikal wacana.
Aspek gramatikal wacana meliputi : (1) pengacuan (reference),
(2) penyulihan (substitution), (3) pelesapan (ellipsis), (4)
perangkaian (conjunction) (Sumarlam, 2005 : 23). Berikut akan dijelaskan
lebih lanjut mengenai empat aspek gramatikal tersebut.
a.
Pengacuan
(referensi)
Pengacuan atau referensi adalah salah
atau jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu
pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya.
Terdapat dua jenis pengacuan yaitu pengacuan endofora dan pengacuan eksofora.
Pengacuan endofora apabila acuannya berada dalam teks wacana itu, dan dikatakan
pengacuan eksofora apabila acuannya di luar teks wacana.
Pengacuan
endofora dibagi menjadi dua jenis yaitu pengacuan anaforis dan pengacuan
kataforis. Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur
yang telah disebut terdahulu. Pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi
gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual
lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu
pada unsur yang akan disebut kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu
pada satuan lingual lain dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif
(kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi
membandingkan antara unsur yang satu dengan yang unsur yang lain.
b. Penyulihan (substitusi)
Penyulihan atau substitusi ialah salah satu
jenis kohesi gramatikal yan berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang
telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur
pembeda. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan
menjadi substitusi nominal (kata benda), verbal, frasal, dan klausal.
c. Pelesapan (elipsis)
Pelesapan atau elipsis adalah salah satu
jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual
tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang
dilesapkan dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat.
d. Perangkaian (konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan yang
lain dalam wacana. Unsur yang dirangkai dapat berupa satuan lingual kata,
frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu,
misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah
alih topik atau pemarkah disjungtif
D.
Aspek Leksikal
Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur
dalam wacana secara semantis. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek
leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau
relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain
dalam wacana. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam,
yaitu (a) repetisi (pengulangan), (b) sinonimi (padan kata), (c) kolokasi
(sanding kata), (d) hiponimi (hubungan atas-bawah), (e) antonimi (lawan kata),
dan (f) ekuivalensi (kesepadanan).
a.
Repetisi (pengulangan)
Repetisi atau pengulangan adalah pengulangan
satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan
tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi
dibedakan lagi menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis (pengulangan
satuan lingual yang penting beberapa kali secara berturut-turut), tautotes
(pengulangan satuan lingual, sebuah kata, beberapa kali dalam sebuah
konstruksi), anafora (pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama
pada tiap baris atau kalimat berikutnya), epistrofora (pengulangan satuan
lingual kata/frasa pada akhir baris dalam puisi atau akhir kalimat dalam
prosa), sinekdoke (pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa
baris/kalimat berturut-turut), mesodiplosis (pengulangan satuan lingual di
tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut), epanalepsis
(pengulangan satuan lingual yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu
merupakan pengulangan kata/frasa pertama), dan anadiplosis (pengulangan
kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada
baris/kalimat berikutnya).
b.
Sinonimi
Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain
untuk sebuah benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih
sama dengan ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk
mendukung kepaduan wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat
dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antar morfem (bebas) dengan
morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya,
(4) frasa dengan frasa, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat.
c.
Antonimi (lawan kata)
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain
untuk benada atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan
beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Berdasarkan sifat oposisi makan
dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak (contoh:
hidup-mati), (2) oposisi kutub (contoh: kaya-miskin), (3) oposisi hubungan
(contoh: bapak-ibu), (4) oposisi hirarkial (contoh: kilogram-ton), (5) oposisi
majemuk (contoh: berdiri-jongkok-duduk-berbaring).
d.
Kolokasi (sanding kata)
Kolokasi adalah asosiasi tertentu dalam
menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.
Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu
domain atau jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan
digunakan kata-kata yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang
yang terlibat di dalamnya. Misalnya kata sawah, petani, lahan, bibit padi,
sistem pengolahan, panen, dan hasil panen akan sering dijumpai dalam jaringan
pertanian.
e.
Hiponimi (hubungan atas-bawah)
Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan
bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari
makna satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang
berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Contoh : binatang melata =
reptil => katak, ular, cicak, kadal, bunglon.
f.
Ekuivalensi (kesepadanan)
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan
antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah
paradigma. Contohnya kata membeli, dibeli, membelikan, dibelikan,
dan pembeli, semua bentuk asalnya adalah beli.
E.
Analisis
dengan pendekatan makrostruktural
Sacara makrostruktural, analisis wacana
menitikberatkan pada garis besar susunan wacana itu secara global untuk
memahami teks secara keseluruhan. Disamping memperhatikan keterkaitan
antarpisode, paragraf, atau bahkan antarbab, juga mempertimbangkan pelatarbelakang
(background) dan pelatardepanan (foreground) (Fatimah dalam Sumarlam,
1994:6). Pendekatan makrostruktural dapat meliputi struktur tekstual, sistem
leksis, dan konteks. Jika dalam pendekatan mikrostruktural konteks berupa
konteks linguistik, maka yang dimaksudkan konteks secara makrostruktural adalah
konteks situasi dan konteks kultural.
Analisis aspek gramatikal
a. Pengacuan
persona I tunggal
Ø Aku
(1) Puput
:
“Duh bukane aku wegah cah, ning aku isih duwe tanggungan.”
(2) Kanca
1 : “Eh put, ayo dolan ning umahku.”
Kata aku (1) merupakan
pengacuan persona I tunggal yang jelas mengacu pada puput. Sedangkan pada data
(2) “-ku” juga merupakan pengacuan persona I tunggal lekat kanan yang sama
mengacu pada puput .
b. Pengacuan
persona II tunggal
Ø Kowe
(panjenengan)
(1) Bapak
: “Kowe
ketampa put, Ibumu bangga ndo, Ibumu bangga tenan kowe ketampa nang UNNES,
Ibumu bangga put, Ibumu bangga.”
(2) Ibu
: “Iya put, muga-muga apa sing dadi
kekarepanmu bisa kaleksanan, sing
ati-ati ya put.”
(3) Bapak
: “Bu, awakmu karo puput wis dadi tanggung jawabe Bapak.”
Kata kowe (1) mengacu pada Puput, sama
halnya dengan “-mu” (2) juga merupakan pengacuan persona II tunggal yang
mengacu pada puput. Data (3) “-mu” mengacu pada ibu.
c. Pengacuan
Demonstratif
Ø Waktu
( Dina selasa awan )
Dina selasa awan wektu puput oleh surat saka
UNNES.
Pada tuturan di atas terdapat
pengacuan demonstratif awan yang
mengacu pada waktu netral.
Ø Tempat (UNNES, kamar)
(1) Dina
selasa awan wektu puput oleh surat saka UNNES.
(2) Puput
uwis mangkat ing sekolah, mung bapak lan ibu sing isih nang kamar.
Kata UNNES (1) dan kamar (2) mengacu pada tempat yang disampaikan oleh pembicara.
Dengan kata lain puput menuturkan bahwa dia dapat surat dari UNNES (Perguruan Tinggi). Begitu juga
pada kata kamar, menjelaskan bahwa
ibu dan bapak puput berada di dalam kamar.
d. Pengacuan
komparatif
Ø Kaya
“Put, Ibu awake ngene,
mesthine kowe bisa kaya bocah-bocah
liya sing bisa dolan karo kanca-kancamu, ora mikir masalah ngene iki, ibu mung
dadi beban uripmu.”
Satuan lingual kaya adalah pengacuan komparatif yang
berfungsi membandingkan antara puput yang tidak bisa sama seperti anak-anak
lainnya.
e. Penyulihan
(Substitusi)
Ø Substitusi
klausal
1 :“Eh put, ayo dolan
nang umahku.”
2 : “Iya ayo put.”
Pada percakapan diatas
terdapat substitusi klausal yaitu tuturan 1 yang berupa satuan lingual klausa
atau kalimat itu disubstitusi oleh satuan lingual yang lain pada tuturan 2 yang
berupa kata ayo.
f. Pelesapan
( Elipsis )
(1) Puput
pamitan lunga dodolan. Durung sue dodolan, dheweke
oleh kabar yen ibune seda, banjur langsung bali nang omah karo nangis
mingseg-mingseg.
Pada
tuturan diatas terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa frasa yaitu kata dheweke yang berfungsi sebagai subjek
atau pelaku. Subjek dilesapkan satu kali yaitu sebelum kata banjur. Apabila tuturan itu kembali
dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa adanya pelesapan maka akan tampak
seperti berikut : Puput pamitan lunga dodolan. Durung sue dodolan, dheweke oleh kabar yen ibune seda, dheweke banjur langsung bali nang omah
karo nangis mingseg-mingseg.
g. Perangkaian
(Konjungsi)
(1) Puput
: “Duh bukane aku wegah cah, ning aku isih duwe tanggungan.”
(2) Bubar
saka iku Bapak lan puput kelingan
ibu nalika isih urip.
(3) Ibu : “Put, ibu bangga karo awakmu, muga-muga ibu bisa ngancani awakmu.”
Ibu : “Iya Put, muga-muga apa sing dadi kekarepanmu bisa kaleksanan, sing ati-ati
ya put.”
(4) Bapak
: “hustt, aja mikir neko-neko bu,
bapak percaya yen puput ora bakal
ngecewakna wong tuwane. Bapak yakin bu, yakin.”
(5) Nalika
bubar saka sekolah.
Konjungsi ning pada data (1) merupakan
singkatan dari kata nanging yang masuk pada perangkaian pertentangan,
pertentangan antara keputusan bukannya tidak mau dengan masih punya tanggungan.
Konjungsi lan pada data (2) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara
kata sebelah kanan dengan kata sebelah kirinya, konjungsi ini merupakan
konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi pada data (3) merupakan konjungsi harapam
atau optatif yang berharap agar bisa menjadi kenyataan. Konjungsi pada data (4)
merupakan konjungsi syarat. Konjungsi pada data (5) merupakan konjungsi waktu.
Analisis aspek leksikal
a. Repetisi
(Pengulangan)
(1) Puput : “Iki lho Pak”.
Bapak : “Iki surat apa, ngomonga”.
Puput : “Iki Pak cepet wacanen”.
(2) Bapak
: “Kowe ketampa put, Ibumu bangga ndo, Ibumu bangga tenan kowe ketampa ning UNNES, Ibumu bangga put, Ibumu
bangga”.
Pada
data (1) terjadi repetisi anafora berupa pengulangan kata iki pada percakapan pertama sampai dengan percakapan keempat.
Repetisi itu mungkin dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dia sedang gugup karena
dapat surat dari UNNES. Sedangkan pada data ke (2) merupakan repetisi tautotes
karena pengulangan beberapa kali dalam sebuah konstruksi, repetisi itu terdapat
pada frasa ibumu bangga.
b. Sinonimi
(Padan Kata)
Puput : “Bu kula ikhlas kagem ibu, daya
kagem kesehatan ibu, asal ibu bungah
kula nggih tumut seneng”.
Pada
data di atas terdapat sinonimi kata dengan kata yaitu di kata bungah dan seneng yang sama-sama mengandung makna senang.
Media youtube merupakan salah satu jejaring sosial
yang berfungsi untuk menampilkan video, film, drama dll. Ini bukan merupakan
hal yang baru bagi kita, dengan kecanggihan teknologi saat ini kita dapat
membuka media youtube dari mana saja, bisa lewat hp atau laptop asal tersambung
dengan internet. Film “Kagem Ibu” adalah salah satu film jawa dari ratusan film
yang terunggah di youtube, ini termasuk dalam wacana lisan yang ditampilkan
dengan durasi kira-kira 10 menit dan ini dikategorikan sebagai film pendek.
Film ini di produksi sendiri oleh mahasiswa jurusan bahasa jawa angkatan 2011
dan sudah mencapai puluhan orang yang menonton. Selama film ini diputar,
disajikan berbagai alunan musik yang indah ditambah dengan akting para tokoh
yang cukup bagus itu membuat hati penonton menjadi terenyuh dan ingin menangis.
Setting film ini diambil dibeberapa tempat, mulai dari jalan raya, di dalam
kamar, depan rumah dan di samping rumah. Kenapa saya memilih film ini karena
disamping ceritanya bagus juga karena mempunyai pesan yang bisa mengajak
penonton agar berbakti kepada ibu dan bersungguh-sungguh dalam meraih
cita-citanya. Dalam film ini terdapat 5 tokoh yang diantaranya Puput (tokoh
utama), Ibu, Bapak, Teman puput 1 dan teman puput 2.
Diambil dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa film jawa “Kagem Ibu” mempunyai suatu aspek gramatikal dan aspek leksikal
cukup baik yang dapat mendukung dalam aspek pencintraanya. Aspek kohesi dan
koherensinya pun sudah cukup baik dan sudah teratur juga mudah untuk diikuti
alurnya. Demikian sedikit analisis wacana pada film jawa “Kagem Ibu”.
Analisis wacana film “Kagem Ibu” masih perlu
dianalisis lagi, karena penulis hanya menganalisis pada aspek gramatikal,
leksikal dan konteks situasi. Banyak hal lain yang sebenarnya masih bisa untuk
dianalisis seperti dari aspek unsur-unsurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumarlam, dkk. 2003. Teori dan Praktik Pnalisis Wacana. Solo:
Pustaka Cakra Surakarta
FILM
JAWA “KAGEM IBU”
Dina selasa awan wektu puput oleh surat saka UNNES.
Puput : “Pak, pak, pak, bapak”.
Bapak : “Puput. Ana apa put, ngomonga ana
apa”.
Puput : “Iki lho Pak”.
Bapak : “Iki surat apa, ngomonga”.
Puput : “Iki Pak cepet wacanen”.
Bapak : “Kowe ketampa put, Ibumu bangga
ndo, Ibumu bangga tenan kowe ketampa ning UNNES, Ibumu bangga put, Ibumu
bangga”.
Bubar saka iku bapak lan puput kelingan ibu nalika isih
urip.
Puput : (menehi obat marang ibune
).“Bu, puput pamit sekolah rihin nggih?”.
Ibu : “Iya put, muga-muga apa
sing dadi kekarepanmu bisa kaleksanan,
sing ati-ati ya put”.
Puput : “Inggih Bu, pamit rihin nggih
Pak, assalamu’alaikum”.
Bapak+ibu : “Wa’alaikumsalam”.
Puput uwis mangkat ing sekolahan, mung bapak lan ibu sing
isih ning kamar.
Ibu : “Pak, Ibu kuat ora ya pak, ngancani puput
tekan gedhe, nganti puput bisa kuliah, bisa ora ya Pak”.
Bapak : “Hussst, aja mikir neko-neko bu,
bapak percaya yen puput ora bakal ngecewakna wong tuane. Bapak yakin Bu,
yakin”.
Ibu : “Aku kuatna ya Pak”.
Bapak : “Bu, awakmu karo Puput wis dadi
tanggung jawabe Bapak”.
Bubar saka sekolah.
Kanca 1 : “Eh put, ayo dolan ning umahku”.
Kanca 2 : “Iya ayo Put”.
Puput : “Duh bukane aku wegah cah, ning
aku isih duwe tanggungan”.
Kanca 1 : “Oalah, ya wis Put”.
Puput : “Sorry lho yaa, aku bali disik”.
Kanca 1+2 : “Iyaa”.
Sawise tekan omah, puput weruh yen ibune isih turu.
Sorene puput ndulang ibune karo menehi obat.
Ibu : (Puput ndulang ibune) “Uwis
put”.
Puput : (puput banjur menehi obat).
“Bu, Puput pamit dodolan rihin nggih”.
Ibu : “Put, Ibu awake ngene,
mesthine kowe bisa kaya bocah-bocah liya bisa dolan karo kanca-kancamu, ora mkir
masalah ngeneiki, ibu mung dadi beban uripmu Put”.
Puput : “Bu kula ikhlas kagem ibu, daya
kagem kesehatan ibu, asal ibu bungah kula nggih tumut seneng”.
Ibu : “Put, Ibu bangga karo awakmu, muga-muga ibu bisa ngancani awakmu terus”.
Puput banjur pamitan lunga dodolan. Durung sue dodolan
krungu kabar yen ibune ninggal, banjur langsung bali ngomah karo nangis
mingseg-mingseg.
Kelingan kedadeyan iku,
puput lan bapak banjur rerangkulan.
{Nadyan sliramu wis ora
ana, nanging tresna lan sedyamu isih urip ing sajroning atiku. Kabeh iki wujud
bektiku ‘kagem ibu’.}
0 comments:
Post a Comment